DAKWAH DI TENGAH KEPENTINGAN POLITIK KEKUASAAN

Abstract

Islam merupakan agama yang mengajarkan umatnya untuk menjadi seorang dai. Dai bagi dirinya sendiri juga dai bagi orang lain. Hal ini disebabkan karena di dalam Islam tidak mengenal adanya hierarki religious, karena menyebarkan agama bukan milik otoritas kelompok elit atau bangsawan tertentu. Ada hal yang berbeda terkait dakwah di Indonesia, terutama ketika masa pemerintahan Orde Baru yaitu dari tahun 1967 sampai tahun 1998. Pada masa ini dakwah memberikan nuansa lain dalam perjalanan dan perkembangannya. Pemerintah sendiri bersikap ambivalen terhadap dakwah, dimana pemerintah tidak memberikan ruang gerak sedikitpun kepada kegiatan-kegiatan dakwah, karena dakwah telah dianggap sebagai identitas politik atau tujuan berpolitik, yang akan mengancam kekuasaan pemerintah.
Dalam sejarah politik Orde Baru, sangat sering terjadi dakwah dijadikan instrument untuk melanggengkan kekuasaan dengan tujuan untuk menjinakan umat Islam agar tetap tenang, harmonis dan dinamis, sekalipun berbagai tindakan kemungkaran meraja lela, terutama korupsi.
Dalam bahasa Orde Baru sendiri dakwah diartikan sebagai upaya untuk mengubah keadaan masyarakat, melalui pembangunan dan pengembangan terutama sumber daya manusianya. Sejalan dengan konsep dasar tentang dasar tentang dakwah itulah, maka pembangunan dibidang agama ditingkatkan dan lebih ditekankan pada pembangunan sarana-sarana peribadatkan seperti pembangunan masjid, majelis taklim, Islamic center, pondok pesantren dan sebagainya.